Detail Cantuman

Selama tahun yang sama saya berada di tengah-tengah merencanakan konferensi serba hitam dengan teman-teman
dan kolega, yang dikenal sebagai Konferensi Petani Hitam dan Perkebunan Perkotaan, akan diadakan di
Kota New York. Menyebut diri kita BUGS (Black Urban Growers), konferensi kami akan melakukannya
alamat kontribusi besar petani kulit hitam. Itu untuk merayakan sejarah, pengetahuan,
dan kepemimpinan dalam pertanian hitam. Kami memiliki pemimpin kulit hitam, petani, pendidik, dan
aktivis yang menangani masalah dan keprihatinan kami, sambil juga menawarkan sumber daya, jaringan, dan
peluang.
Jadi kali ini saya siap untuk melakukan penjangkauan di NOFA, mencari sebanyak mungkin orang kulit hitam
mungkin untuk memberi tahu mereka tentang konferensi. Sore itu, bagaimanapun, sambil berjalan ke
Sesi, seorang wanita berwarna memberi saya selembar kertas dengan nomor kelas. Saya mencari
matanya, lalu kami saling memberi anggukan akrab yang hanya orang kulit hitam yang bisa berikan dan lakukan
melanjutkan ke kamar. Wanita itu adalah Leah Penniman. Dia telah berangkat dan memerintah
salah satu ruang kelas untuk menyediakan ruang hanya untuk POC. Ini adalah pertama kalinya di a
konferensi bahwa ada ruang hanya untuk kita. Kami duduk dengan bangga ketika kami mengelilingi lingkaran
memperkenalkan diri kita, berbicara tentang frustrasi kita dengan tidak terwakili di makanan dan
konferensi pertanian. Aku duduk terpesona ketika wanita kulit hitam muda ini mengajak kami mengobrol
sekitar ras dan kekuatan. Saat itu juga aku tahu dia istimewa.
Selama delapan tahun terakhir saya telah menyaksikan Leah tumbuh menjadi seorang pemimpin yang kuat, memulai dirinya sendiri
pertanian, mengadakan lokakarya antiracism, dan mengembangkan program keadilan dan kepemimpinan untuk
anak muda, sambil menahan pekerjaan guru. Kami terus bekerja bersama, mogok
tembok penindasan sambil mencari peluang dan keadilan bagi rakyat kita. Kami telah
berkali-kali mengatakan bahwa kita berdiri di atas bahu kebesaran. Saya merasa sangat tersanjung bahwa saya
telah diminta untuk menulis kata pengantar untuk buku yang kuat ini.
Selama berabad-abad nenek moyang kita telah menangis dari luar perjalanan agar kita dapat mendengarnya
kebenaran sehingga kematian mereka tidak sia-sia. Di Farming While Black, Leah Penniman telah mendengar
mereka. Mengingat berabad-abad kebohongan, kesalahpahaman, dan informasi yang dicuri, Leah memilikinya.

During that same year I was in the midst of planning an all-Black conference with friends
and colleagues, known as the Black Farmers and Urban Gardeners Conference, to be held in
New York City. Calling ourselves BUGS (Black Urban Growers), our conference would
address the great contributions of the Black farmer. It was to celebrate our history, knowledge,
and leadership in Black agriculture. We were to have Black leaders, farmers, educators, and
activists addressing our issues and concerns, while also offering resources, networking, and
opportunities.
So this time I came prepared to do outreach at NOFA, seeking out as many Black folks as
possible to tell them about the conference. That afternoon, however, while walking to a
session, a woman of color handed me a piece of paper with a classroom number. I looked in
her eyes, and then we gave each other that familiar nod that only Black people can give and
proceeded to the room. That woman was Leah Penniman. She had set out and commandeered
one of the classrooms to provide a space solely for POC. This was the first time at a
conference that there was a space just for us. We sat with pride as we went around the circle
introducing ourselves, talking about our frustrations with not being represented at food and
farming conferences. I sat in awe as this young Black woman engaged us in a conversation
around race and power. Right then and there I knew she was special.
For the past eight years I have watched Leah grow into a powerful leader, starting her own
farm, holding antiracism workshops, and developing a justice and leadership program for
youth, all while holding down a teacher’s job. We continue to work together, breaking down
walls of oppression while seeking out opportunities and justice for our people. We have been
told time and time again that we stand on the shoulders of greatness. I am deeply honored that I
have been asked to write the foreword for this powerful book.
For centuries our ancestors have cried from beyond the voyage of time for us to hear the
truth so that their deaths were not in vain. In Farming While Black, Leah Penniman has heard
them. Given the centuries of falsehoods, misconceptions, and stolen information, Leah has.